Recent Posts

Wednesday, May 16, 2012

Kebanyakan Opsi, Pemerintah Ribet Batasi BBM Subsidi

share”>

placeholder


Jakarta -
Pemerintah terlalu banyak opsi mengenai pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi masyarakat. Banyaknya opsi tersebut dinilai hanya menimbulkan ketidakpastian bagi masyarakat.

“Sebaiknya pemerintah jangan terlalu banyak opsi, yang penting eksekusinya saja. Terlalu banyak opsi yang nggak jelas mana yang akan dijalankan bisa timbulkan ketidakpastian bagi banyak pihak. Jadi nantinya pemerinah malah dinilai tidak kredibel,” jelas Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung kepada detikFinance, Jakarta (18/4/2011).

Menurutnya salah satu opsi dari pemerintah yang ingin menaikan harga BBM Premium menjadi Rp 6500 per liter merupakan hal yang dinilai konvensional.

“Konvensional maksudnya, pemerintah menaikan harga sekali, tapi kok tiba-tiba menaikannya langsung Rp 2000 (dari Rp 4500 per liter menjadi Rp 6500 per liter), itu kan jauh di luar dari beberapa kalangan rekomendasikan dengan menaikkan sekitar Rp 500 – Rp 1000,” ujar Pri Agung.

Ia menilai bahwa pemerintah masih belum memiliki konsep yang jelas sehingga cenderung langsung menaikan harga yang selisihnya besar.

“Kalau pemerintah punya konsep yang jelas, misalnya, apakah akan dinaikkan secara bertahap atau sedikit-sedikit. Atau misalnya bisa juga pemerintah menerapkan kebijakan harga BBM Subsidi yang fluktuatif yang pernah saya usulkan sebelumnya,” katanya.

Pri Agung menambahkan pemerintah tidak perlu menaikan harga BBM yang langsung tinggi. Tapi cukup dengan menaikan sekitar Rp 500 hingga Rp Rp 1000 sekedar membuat APBN tetap netral dan bisa disesuaikan terus harganya, APBN tetap aman.

“Dengan cara fluktuasi, misalnya, maka semakin tinggi harga minyak justru APBN semakin surplus. Jadi kalau pemerintah mau terapkan kenaikan harga yang langsung menjadi Rp 6500 per liter itu masih konvensional, seperti yang dulu-dulu saja,” terang Pri Agung.
 
Seperti diketahui pemerintah memiliki opsi dalam membatasi penggunaan BBM bersubidi. Opsi pertama mencakup melakukan pengaturan pengguna sekaligus penjatahan volume BBM bersubsidi menggunakan alat deteksi radio frequency identification (RFID). Sehingga subsidi BBM hanya diberikan bagi pengguna kendaraan plat kuning, roda dua atau tiga, dan kendaraan layanan umum, sedangkan kendaraan pribadi diwajibkan menggunakan Pertamax.

Opsi Kedua, adalah pengaturan pengguna diimbangi dengan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Maksudnya, subsidi BBM hanya diberikan bagi pengguna kendaraan plat kuning, roda dua atu tiga, dan kendaraan layanan umum dengan harga premium Rp 4.500 per liter. Sementara untuk taksi dan kendaraan pribadi bisa mengonsumsi premium dengan harga yang lebih tinggi, yakni Rp 6.500 per liter.

Opsi ketiga, adalah dengan penyesuaian harga BBM diimbangi dengan pemberian subsidi langsung menggunakan alat kendali kartu prabayar. Teknisnya, harga premium dinaikan menjadi Rp 6.500 per liter untuk dikonsumsi semua golongan pengguna kendaraan. Tetapi khusus pengguna kendaraan plat kuning, roda dua atau tiga, dan kendaraan layanan umum akan diberikan subsidi langsung via perbankan.

Opsi keempat, adalah pengaturan pengguna sekaligus menyubsidi pertamax dengan mematok harganya sebesar Rp 7.500 per liter. Skema pengaturan pengguna BBM subsidi masih sama, yakni pengguna kendaraan plat kuning, roda dua atau tiga, dan kendaraan layanan umum bisa mengonsumsi premium seharga Rp 4.500, sedangkan pengguna kendaraan pribadi hanya boleh pakai pertamax.

(nrs/hen)

GRATIS! puluhan voucher pulsa! ikuti terus berita dari DetikFinance di Hape-mu.
Ketik REG FIN kirim ke 3845 (khusus pelanggan Indosat Rp.1300/hari)

Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!

Baca Juga :

  • Hatta: Jangan Ada Spekulasi Soal Kenaikan Harga BBM
  • Waduh, Pemerintah Punya Opsi Naikkan Premium ke Rp 6.500 per Liter
  • Harga Pertamax Stagnan Rp 8.600 per Liter
Sumber:http://feedproxy.google.com/~r/detik/nMoG/~3/-aIt09VZAOk/kebanyakan-opsi-pemerintah-ribet-batasi-bbm-subsidi

No comments:

Post a Comment