Recent Posts

Saturday, March 3, 2012

Ben, Oh Ben

share”>

benspies
(detiksport/Andi Sururi)

Jerez – Sepertinya doyan bicara, tapi ternyata cukup cool. Terkesan pendiam, tapi tidak juga. Ben Spies, yang sudah “membalap” sejak umur lima tahun, membuat cerita tersendiri di garasi Yamaha di sirkuit Jerez.

Berbekal titel juara dunia Superbike 2009, dan menjadi rookie MotoGP 2010, Spies dipilih Yamaha untuk mengisi tempat Valentino Rossi yang di musim ini pindah ke Ducati. Bersama Tech3 Yamaha, ia menjadi yang terbaik di antara pembalap tim-tim satelit, dengan finish nomor enam.

Performa Spies di seri pertama 2011 di Qatar juga cukup menjanjikan, menduduki peringkat enam. Di seri kedua di Jerez akhir pekan lalu, ia bahkan nyaris menemani Jorge Lorenzo berada di podium. Namun dewi fortuna tidak menghampiri Spies pada balapan dramatis nan basah itu.

Pembalap 26 tahun itu melorot ke posisi enam setelah start nomor empat. Lap demi lap Spies menyodok ke depan dan bahkan sempat mengalahkan Dani Pedrosa, sehingga Yamaha  berpeluang finish 1-2 karena Lorenzo sudah di depan.

Namun ia tergelincir di tikungan lima, terlempar dari motornya dan out. Ironisnya, insiden itu terjadi hanya tiga lap sebelum lomba selesai.

Saat detiksport berada di paddock tim Yamaha, Spies tampak diam, termenung di kursinya. Hanya satu-dua kali kru timnya mendekati dan mencoba menghibur dia. Tapi Spies sepertinya lebih ingin sendiri. Matanya menyorot ke depan tapi tatapannya terkesan kosong. Sesekali ia menggeleng-gelengkan sendiri kepala, tampak sangat kecewa dengan apa yang dia alami.

benspies2 Sejam kemudian, saat menyambangi garasi Yamaha di areal Hospitality sirkuit, kepada rombongan wartawan Indonesia yang diundang ke Jerez oleh PT Yamaha Motor Kencana Indonesia, Ben mengungkapkan apa yang terjadi.

“Menurutku hari ini bukanlah balapan. Ini lebih perlombaan kejatuhan. Begitu menyodok ke posisi empat di belakang (Nicky) Hayden, aku tahu aku bisa melewati dia. Aku pun menunggu dan bersabar. Pedrosa cuma beberapa detik di depan, dan aku yakin kami bisa dapat podium. Lorenzo pasti akan menang, tapi aku tahu kami bisa finish 1-2.

“Aku berusaha keras untuk mengejar Dani, dan begitu bisa menyalip dia, posisi dua sepertinya sudah di tangan. Dia takkan bisa merebutnya lagi. Tapi aku tak boleh melakukan kesalahan. Setiap tikungan aku melewati dia, aku melambat, melakukannya dengan mudah. Tapi kemudian tiba-tiba aku terjatuh. Itu memang kesalahanku, tapi melihat data, sebenarnya kecepatanku terus turun. Aku rasa ada masalah di ban depan. Tapi setidaknya, ini tontonan yang luasa biasa untuk penonton.”

Saat meladeni pertanyaan-pertanyaan kami, ekspresi Spies datar-datar saja. Mungkin ia sudah tahu bagaimana menghadapi wawancara dari media, yang sering kali menanyakan hal-hal yang sama, sehingga jawaban-jawaban yang keluar dari mulutnya pun sudah seperti sebuah “hafalan”.

Tapi setelah sesi wawancara berakhir, dari jauh kami melihat gerak tubuh Spies yang menandakan dirinya begitu terpukul dengan kegagalannya. Ia masih suka mengusap mukanya, menurunkan lidah topinya, dan tampak termenung.

Sebelum balapan Spies juga sempat melayani kami di tempat yang sama. Walaupun lebih rileks, tapi pembawaannya di depan jurnalis masih cukup “formal”. Barangkali ia tidak “murah senyum”, tapi juga tidak terkesan sombong dan terkadang terlihat masih agak malu-malu.

“Tahun ini aku target masuk posisi lima besar dan mencoba menang,” cetus pria kelahiran 11 Juli 1984 itu.

Hasil di Jerez membuat Spies kehilangan angka dan dia harus mencoba lagi di balapan-balapan selanjutnya. Sang ibu, Mary Spies, tahu betul Spies akan terus berusaha dengan semua kemampuan dan ambisi yang dia miliki, karena balap motor sudah menjadi kehidupan anaknya itu.

He’s wonderful,” ungkap Mary dalam obrolan dengan kami. “Dia cuma ingin orang memandangnya sebgai the man with the bike.

benspies3

“Saya selalu ingat kapan dia pertama kali bilang ingin jadi pembalap motor. Waktu itu umur dia baru lima tahun, dan dia mulai ngoceh, menirukan suara mesin motor, bergaya seperti pembalap. Saya tahu, waktu umurnya enam tahun dia ingin sekali mencoba, dan di umur 10 dia sangat, sangat ingin melakukannya…. Dan ketika usianya 12 tahun, aku tahu dia akan menjadi seorang juara. Saya sangat yakin,” tutur sang ibu yang juga manajernya itu.

Well, masih banyak waktu untuk mengusahakannya, Ben.


( a2s / din )



Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!

Baca juga :

  • Rossi Mengklaim Bukannya Mau Menyalip Stoner
  • Inilah Ucapan Stoner ke Rossi Pasca Balapan
  • Kecewanya Simoncelli
Sumber:http://www.detiksport.com/read/2011/04/04/123137/1608025/81/ben-oh-ben

No comments:

Post a Comment